JAKARTA – Di awal tahun 2022, Menteri Luar Negeri RI Retno L.P. Marsudi menegaskan bahwa politik luar negeri negara mengutamakan proses pemulihan, perlindungan warga negara yang tinggal di luar negeri, pemajuan perdamaian, dan peran kepemimpinan Indonesia dalam Grup dari 20. Tampaknya tahun 2022 adalah tahun yang penuh dengan kejadian penting.

COVID-19 memasuki tahun ketiga, di mana konflik tak terduga di Ukraina menyebabkan krisis pangan dan energi di seluruh dunia, serta pergolakan keuangan, dan ketegangan geopolitik antara kekuatan utama tumbuh.

Ada prestasi yang patut dicatat dalam kepemimpinan dan diplomasi Indonesia meskipun fakta bahwa rintangan baru dan ketidaktahuan telah muncul.

Terlepas dari kenyataan bahwa ada ketidaksepakatan yang signifikan di antara anggota kelompok, ketua G20 Indonesia mampu mencapai konsensus di bidang ekonomi dan pemulihan dengan Deklarasi Pemimpin G20 Bali. Dalam deklarasi tersebut, dibuat komitmen mengenai tindakan dan inisiatif khusus yang akan diambil untuk mengatasi tantangan ekonomi dan sosial.

Memanfaatkan momentum yang dihasilkan oleh G20, anggota dan undangan G20 menarik investasi dan kerja sama setidaknya pada 140 proyek bilateral di Indonesia dengan total nilai sekitar US$71,49 miliar.

Forum Bisnis dengan Eropa Tengah dan Timur (INA-CEE) dan Forum Bisnis dengan Amerika Latin dan Karibia (INA-LAC) menciptakan transaksi dan potensi bisnis masing-masing bernilai sekitar $179,1 juta dan $386,6 juta.

Pada Mei 2022, Indonesia dan Swiss menjadi negara terbaru yang menandatangani Bilateral Investment Treaty (BIT), yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan hukum yang diberikan kepada pelaku usaha dan meningkatkan tingkat kepastian ekonomi. Sementara Forum Indonesia-Pasifik untuk Pembangunan (IPFD) memaparkan rencana kerjasama pembangunan berkelanjutan dengan tetangga Pasifik kita dalam jangka panjang.

Di bidang kedokteran, Indonesia telah menyiapkan akses vaksinasi sebanyak 516,85 triliun dosis hingga awal Desember 2022.

Selain itu, melalui Fasilitas COVID-19 Vaccines Global Access (COVAX), Indonesia membantu pendistribusian sekitar 1,84 miliar dosis vaksin ke sekitar 146 negara berpenghasilan rendah atau menengah.

Wabah yang meluas dan konflik yang berkepanjangan memberikan hambatan yang lebih berat bagi keselamatan warga negara yang tinggal di luar negeri. Pada Maret 2022, misalnya, Indonesia diharuskan mengeluarkan 133 warga negaranya dari wilayah Ukraina.

Sehubungan dengan konflik di Ukraina, Presiden Joko “Jokowi” Widodo adalah pemimpin Asia pertama yang mengunjungi Rusia dan Ukraina untuk mengadvokasi penyelesaian konflik secara damai serta upaya kemanusiaan. Upaya tersebut antara lain mengatasi gangguan rantai pasok yang menyebabkan krisis energi dan pangan.

Indonesia berkomitmen untuk mempertahankan dukungannya bagi rakyat Afghanistan dan Palestina saat mereka mengejar tujuan mereka. Misalnya, Konferensi Internasional tentang Pendidikan Wanita Afghanistan (ICAWE) terbaru, yang berlangsung di Bali pada November 2022, terutama ditujukan untuk mendukung pendidikan wanita Afghanistan.

Hasil ini menunjukkan kepemimpinan dan diplomasi Indonesia dalam menghadapi kesulitan baru dan tidak diketahui pada tahun 2022.

Apa yang bisa kita harapkan dari upaya diplomasi Indonesia di tahun 2023?

Sebagai permulaan, ASEAN akan berfungsi sebagai titik fokus utama tahun ini.

Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memiliki tingkat pertumbuhan yang positif selama tahun 2000-2022, dan diperkirakan akan mencapai pertumbuhan sekitar 5,0-5,3 persen pada tahun 2022, yang lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan rata-rata dunia sebesar 3,2 persen. . Sangat penting untuk menggunakan momentum ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan, termasuk mengimplementasikan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), dan ASEAN Outlook di Indo-Pasifik, serta menggunakan mekanisme terkait krisis kesehatan ASEAN untuk mencapai pembangunan yang inklusif. dan pemulihan pasca pandemi yang berkelanjutan. Memanfaatkan momentum ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan sangatlah penting.

Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah politik dan keamanan akan menjadi sumber pertengkaran; namun demikian, isu-isu tersebut harus didiskusikan secara jujur dan konstruktif, terutama dengan mitra asing ASEAN.

Sebagai hasil dari integrasi yang lebih dalam, Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan segera memiliki anggota baru di Timor-Leste, yang memerlukan pembentukan lembaga, prosedur, dan mekanisme yang lebih kuat.

Agenda ASEAN untuk periode setelah 2025 akan menjadi sangat penting jika kawasan ini menjadi lebih aman dan stabil, jika kesenjangan dalam pembangunan dan infrastruktur ditutup, dan jika ketahanan ditingkatkan dalam menghadapi potensi guncangan dan krisis di masa depan. .

Kedua, Indonesia akan terus menghadapi sejumlah isu, beberapa di antaranya adalah pelemahan ekonomi, kenaikan harga pangan dan energi, serta krisis iklim yang masih berlangsung.

Tingkat inflasi diperkirakan mencapai 6,5 persen pada tahun 2023, jauh lebih tinggi dari 4,7 persen yang dicapai pada tahun 2021. Laju pertumbuhan ekonomi global diperkirakan hanya mencapai 2,7 persen pada tahun 2023, turun dari 6 persen pada tahun 2021.

Ada kemungkinan harga pangan dan energi bisa turun, namun guncangan harga yang tak terduga bisa memperpanjang inflasi.

Sebagai akibat dari perubahan iklim, suhu rata-rata dunia diperkirakan akan meningkat antara 1,08 dan 1,32 derajat Celcius pada tahun 2023, menjadikannya salah satu tahun terhangat dalam sejarah.

Masalah-masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh satu orang yang bertindak sendiri. Pada tahun 2023, diplomasi akan membutuhkan tingkat koordinasi dan kolaborasi yang lebih besar di semua tingkatan, termasuk internasional, regional, dan bilateral.

Terlepas dari kendala tersebut, Indonesia tetap menjadi lokasi yang menarik untuk kegiatan komersial dan investasi. Diperkirakan bahwa pertumbuhan akan turun antara 4,7 dan 5,3 persen pada tahun 2023.

Fokus diplomasi Indonesia pada tahun 2023 selanjutnya harus pada investasi inbound dan outbound, membuka akses pasar termasuk pasar nontradisional, mendorong transisi energi dan industri hijau, memperkuat ketahanan kesehatan dan risiko bencana, serta optimalisasi digitalisasi dan pasar digital. Semua itu harus dilakukan selain optimalisasi digitalisasi dan pasar digital.

Selain mengamankan pasokan pangan, pupuk, dan sumber energi yang lebih bersih, Indonesia harus terus terlibat secara konstruktif dalam kegiatan tata kelola global terkait ketahanan pangan dan energi. Dengan begitu, masyarakat bisa mendapatkan akses pangan yang terjangkau.

Ke depan, kepemimpinan dan diplomasi Indonesia harus tetap memperhatikan kesejahteraan warga negara sambil tetap berpegang teguh pada premis bahwa kebijakan luar negeri kita harus aktif dan independen.

Untuk mengikuti perkembangan pesat yang terjadi di dunia saat ini, kita harus gesit dan luwes dalam pendekatan kita, seperti yang sering dikatakan nenek moyang kita bahwa hidup itu seperti “mendayung di antara dua karang”.