Universitas Bakrie di Indonesia telah mengangkat Dr. Asmiati Malik sebagai asisten profesor.

Ekonomi global sedang berjuang untuk mengimbangi kenaikan harga pangan dan energi, yang merupakan faktor utama dalam peningkatan dramatis inflasi yang terlihat di banyak negara, termasuk Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia mengatakan bahwa tingkat inflasi tahunan negara itu mencapai 3,55 persen, yang merupakan yang tertinggi sejak 2017.

Pemerintah yang dipimpin Presiden Joko “Jokowi” Widodo menegaskan Indonesia relatif berhasil menahan inflasi dibandingkan negara lain, seperti Amerika Serikat dan Inggris, serta negara tetangga, seperti Thailand dan Filipina. Negara-negara ini telah mengalami tingkat inflasi yang lebih tinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, konfrontasi yang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, bersama dengan respons fiskal dan moneter yang signifikan untuk meminimalkan dampak epidemi COVID-19, hanya akan membuat harga minyak dan makanan semakin tidak stabil, yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya krisis di seluruh dunia. bencana pangan dan energi.

Meningkatnya biaya pangan dan energi menimbulkan risiko bagi keamanan nasional Indonesia karena negara ini memiliki 275 juta orang untuk diberi makan dan 255,1 terawatt jam listrik untuk memasok setiap tahun.

Jokowi pertama kali mengangkat masalah ini pada pertemuan tingkat menteri pada 20 Juni lalu, kemudian dia kembalikan pada KTT G7 di Jerman beberapa hari kemudian. Dia menekankan bahwa ini seharusnya menjadi masalah tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga seluruh dunia. Enam puluh negara yang berbeda ekonomi berada dalam bahaya runtuh sebagai akibat langsung dari meningkatnya biaya makanan dan energi.

Sejak awal tahun lalu, harga berbagai bahan makanan pokok dan komoditas di Indonesia, antara lain telur, cabai, minyak goreng, sapi, gula, dan kedelai, mengalami kenaikan. Tahun ini, melonjaknya harga minyak sawit mentah telah menyebabkan harga minyak goreng, yang mungkin merupakan komoditas pokok paling penting di Indonesia, naik ke titik yang hampir tidak terjangkau oleh banyak keluarga termiskin di negara ini. Epidemi penyakit mulut dan kuku yang telah menginfeksi lebih dari 300.000 ternak telah memperburuk keadaan.

Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, perubahan iklim secara signifikan memperparah dampak banjir dan kemarau panjang yang berdampak signifikan pada ritme jadwal tanam dan panen. Akibatnya, ketahanan pangan Indonesia terancam akibat terganggunya produksi pertanian.

Keterjangkauan pangan dan ketersediaannya merupakan dua faktor yang sangat menentukan stabilitas politik Indonesia. Di tengah gejolak politik akibat kenaikan harga pangan, dua presiden sebelumnya, Soekarno dan Soeharto, dilengserkan dari jabatannya, dan Jokowi sepenuhnya menyadari betapa pentingnya menjaga stabilitas harga di pasar pangan dan energi.

Joko Widodo

Program Pemulihan Ekonomi Nasional dimulai pada tahun 2020 untuk mengurangi keparahan dampak yang akan ditimbulkan oleh epidemi COVID.

Baik daya beli rumah tangga berpenghasilan rendah-menengah dan tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahannya berhasil dipertahankan, berkat upaya program, yang mencegah jatuhnya yang terakhir.

Di sisi lain, keterlibatan Rusia dalam konflik di Ukraina akan menghambat upaya Indonesia untuk menghidupkan kembali ekonominya dan mengakhiri pengembangan inisiatif vital. Akibat gejolak geopolitik yang menaikkan harga gas alam sebanyak 71 persen dan minyak mentah mencapai $120 per barel pada bulan Juni, alokasi anggaran Indonesia untuk subsidi energi diperkirakan akan mencapai Rp502,4 triliun ($33,5 miliar) pada tahun 2022, yang merupakan peningkatan 365 persen dibandingkan jumlah tahun sebelumnya.

Karena besarnya tekanan yang diberikan pada anggaran, pemerintah terpaksa menaikkan harga bensin Pertamax sebesar 39 persen sambil mempertahankan subsidi pada bensin Pertalite yang memiliki nilai oktan lebih rendah.

Penghapusan subsidi BBM Pertamax masih akan berpengaruh signifikan terhadap biaya produksi dan logistik yang akan menambah tekanan pada harga barang dan jasa esensial. Ini karena bisnis dan rumah tangga dengan pendapatan menengah ke atas tidak dapat membeli Petalite.

Selain itu, harga energi akan naik, yang akan berdampak besar pada harga pupuk. Hal ini terutama berlaku untuk harga urea, karena gas alam merupakan salah satu bahan baku utama yang dibutuhkan untuk pembuatannya. Harga Urea naik 236% pada tahun 2022, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Batasan ekspor yang diberlakukan oleh China, salah satu produsen fosfor dan kalium terbesar, secara substansial harus disalahkan atas lonjakan harga pupuk. Amerika Serikat adalah produsen utama lainnya dari kedua elemen ini. Selain itu, sanksi yang dikenakan pada Rusia dan Belarusia telah sangat menghambat fungsi jalur pasokan minyak dan barang lainnya.

Kinerja industri petrokimia juga akan dipengaruhi oleh fluktuasi harga energi, selain pasokan dan permintaan pupuk. Hal ini akan menambah biaya produksi pertanian dan memperbesar kemungkinan terjadinya guncangan harga tambahan baik bagi produsen maupun konsumen.

Sebanyak 25 triliun rupiah akan disisihkan pemerintah Indonesia pada 2022 untuk mendukung petani kecil melalui pemberian subsidi harga pupuk. Namun, karena harga pupuk terus meningkat, efektivitas skema ini akan sangat berkurang.

Indonesia mungkin dapat menghindari dampak penuh dari krisis ini pada tahun berjalan sebagai konsekuensi dari surplus perdagangan yang sehat. Surplus ini sebagian besar disebabkan oleh kenaikan harga komoditas utama seperti batu bara, nikel, dan kelapa sawit.

Di sisi lain, dalam jangka panjang, kenaikan harga pangan dan energi akan menimbulkan kesulitan sosial dan ekonomi dalam skala nasional dan internasional. Entah Jokowi harus mencari pendapatan untuk memastikan bahwa subsidi pangan dan energi sama dengan kenaikan biaya di Indonesia, atau dia harus menerima gejolak politik yang akan dihasilkan dari situasi ini.

Pada skala global, masuk akal untuk mengantisipasi bahwa sejumlah besar negara akan membatasi ekspor mereka untuk memastikan pasokan yang cukup di dalam perbatasan mereka. Tindakan ini, dalam jangka panjang, akan berdampak pada rantai pasokan di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan biaya pangan dan energi merupakan masalah tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi seluruh dunia.