Kekhawatiran perlambatan dan keruntuhan ekonomi dipicu oleh momok resesi ekonomi dunia di tahun 2023. Momok ini melanda beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia, dan menimbulkan kecemasan yang meluas.
Presiden Indonesia, Joko Widodo (juga dikenal sebagai Jokowi), menekankan bahwa negara harus mampu menghadapi masalah yang datang dengan krisis dan resesi global.
Di awal Januari 2023, dia membuat pernyataan sebagai berikut: “Kami berharap Indonesia tidak terkena dampak resesi global.”
Saat membahas kemungkinan resesi, sektor energi, yang merupakan komponen penting dari perekonomian secara keseluruhan, perlu mendapat perhatian serius yang layak. Tanpa pasokan energi yang cukup, tidak mungkin menjalankan peralatan yang ditemukan di industri, yang bertanggung jawab untuk mempekerjakan jutaan orang, dan untuk mendistribusikan barang melalui kendaraan angkutan.
Industri energi di Indonesia dinilai kuat menghadapi bahaya tersebut, padahal banyak analis memperkirakan krisis global akan berdampak parah.
Kemandirian dan keamanan energi merupakan roda penggerak yang krusial dalam perekonomian Indonesia, dan negara ini memiliki berbagai sumber daya yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kekuatan energi bahan bakar fosil
Meski banyak gelombang COVID-19 yang melanda Indonesia dan menyebabkan perlambatan aktivitas ekonomi sejak akhir tahun 2020 hingga awal tahun 2021, sumber energi fosil seperti minyak, gas bumi, dan batu bara masih mampu menopang pertumbuhan ekonomi di beberapa tempat.
Menurut Satuan Tugas Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), investasi minyak dan gas bumi sebesar satu juta dolar dapat menghasilkan nilai tambah hingga 1,6 juta dolar, menghasilkan 100 lapangan kerja baru, dan meningkatkan domestik bruto. produk (PDB) sebesar 700 ribu dolar. Hal itu sesuai dengan data yang disampaikan SKK Migas.
Kontribusi tersebut di atas tidak memperhitungkan penerimaan negara dari sektor hulu industri gas bumi dan minyak. Hak partisipasi 10 persen bagi daerah penghasil minyak dan gas bumi juga dapat memberikan kontribusi pajak dan retribusi daerah, menyerap tenaga kerja lokal, dan menggairahkan bisnis yang melibatkan perolehan produk dan jasa, serta tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Sektor hulu migas menyumbang Rp122 triliun atau setara dengan sekitar US$7,28 miliar pada 2020. Jumlah tersebut mewakili 144 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-Perubahan) 2020.
Penerimaan negara dari industri hulu migas pada 2021 sebesar Rp206 triliun atau setara dengan US$13,67 miliar dolar AS. Angka ini mewakili 188,8 persen dari target APBN tahun 2020.
Menurut informasi yang diberikan SKK Migas, industri hulu migas menargetkan peningkatan produksi migas nasional masing-masing menjadi 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar kaki kubik gas per hari pada tahun 2030.
Gas telah dipasok oleh pemerintah dengan harga diskon US$6 per MMBtu (1 Juta British Thermal Units) ke tujuh industri dan sektor energi yang berbeda per April 2020. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan penggunaan dan persaingan antar perusahaan yang berlokasi di dalam negara.
Industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, dan kaca, bersama dengan industri sarung tangan karet, merupakan tujuh sektor yang berbeda. Industri tersebut dapat berjalan dengan baik meskipun ada kenaikan harga karena harga gas yang rendah.
Sementara itu, ekstraksi batubara dan mineral sama-sama memberikan kontribusi keuangan yang positif bagi negara setiap tahunnya. Pada 2021, total uang negara yang dihasilkan dari pertambangan batu bara dan mineral lainnya adalah Rp124,4 triliun atau setara dengan sekitar $8 miliar USD. Jumlah itu mencerminkan total pajak, cukai, dan PNBP yang dikumpulkan negara.
Melimpahnya bahan bakar fosil di Indonesia berkontribusi pada rendahnya biaya listrik negara ini, yang terendah di seluruh Asia Tenggara.
Biaya listrik tegangan rendah di Indonesia biasanya sekitar Rp1.445 per kilowatt jam sebagai tarif rata-rata (kWh). Jika dibandingkan dengan harga di Malaysia (Rp 1.735 per kWh), Vietnam (Rp 1.943 per kWh), dan Singapura, harga ini cukup murah (Rp 2.110 per kWh).
Dengan tarif Rp1.115 per kWh, tarif tegangan menengah Indonesia saat ini merupakan yang terendah di seluruh ASEAN. Berbeda dengan Malaysia yang mengenakan tarif Rp1.227 per kWh, Thailand yang mengenakan tarif Rp1.370 per kWh, Filipina yang mengenakan tarif Rp1.603 per kWh, Vietnam yang mengenakan tarif Rp1.787 per kWh, dan Singapura yang mengenakan tarif Rp1.787 per kWh. mengenakan biaya Rp2.063 per kWh.
Jika terjadi perlambatan perekonomian bangsa secara keseluruhan, sumber energi fosil yang dimiliki Indonesia dapat membantu roda perekonomian daerah tetap berputar.
Energi baru terbarukan
Indonesia terkena dampak kenaikan harga bahan bakar fosil yang terjadi sebagai akibat langsung dari krisis geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Hal ini mengakibatkan harga minyak naik di atas US$100 per barel, harga gas naik di atas US$10 per MMBTu, dan harga batu bara melebihi US$400 per ton.
Namun, tidak sepenuhnya terkena dampak karena potensinya menghasilkan 3.000 gigawatt energi baru terbarukan. Energi ini mungkin berasal dari sumber seperti matahari, angin, tenaga air, atau lahar. Dengan memanfaatkan berbagai bahan bakar fosil dan sumber lainnya, Indonesia mampu mencapai kemandirian energi dan mencapai ketahanan energi.
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, peningkatan kapasitas pembangkit listrik energi bersih mencapai 2.576 MW dalam lima tahun hingga Juli 2022, dengan kenaikan rata-rata 5 persen per tahun. Ini dicapai selama periode waktu.
Indonesia telah menyusun sejumlah strategi untuk mengembangkan energi bersih dan mendukung transisi energi. Strategi tersebut antara lain pembangunan pembangkit energi bersih on-grid, implementasi PLTS atap, konversi pembangkit berbahan bakar minyak menjadi pembangkit listrik bersih, implementasi teknologi co-firing biomassa, eksplorasi energi panas bumi, dan implementasi off-grid energi bersih.
Dengan semua keunggulan terkait energi yang dimiliki Indonesia, negara ini sangat siap untuk menghadapi kemungkinan penurunan ekonomi dunia karena tidak bergantung pada negara lain mana pun sekaligus bekerja untuk memperluas pasokan energinya sendiri dan menjaga harga tetap rendah. .