Pada 1 Desember 2021, Indonesia menjadi ketua G20 – sekelompok negara yang mengendalikan 80% ekonomi global – untuk tahun 2022, yang terbukti menjadi tahun yang berat.

Dunia saat ini sedang mengalami “polikrisis” atau beberapa krisis yang terjadi secara bersamaan, berupa pandemi COVID-19, krisis pangan, krisis energi akibat konflik Rusia dan Ukraina, dan krisis keuangan akibat normalisasi. kebijakan moneter di negara maju.

Melihat berbagai persoalan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap kepresidenan G20 Indonesia dapat memberikan angin segar bagi dunia dengan melakukan transformasi di berbagai ranah yang akan mengantarkan kemakmuran dan perdamaian bagi semua negara.

Di masa yang penuh tantangan ini, forum G20, menurut Jokowi, harus menjadi relevan bagi seluruh dunia, bukan hanya anggota G20.

Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Prancis, Cina, Turki, dan Uni Eropa adalah semua anggota G20.

Selama masa kepresidenannya, Indonesia memiliki kesempatan untuk memastikan bahwa kepentingan rakyat Indonesia didengar di seluruh dunia. Sebagai tuan rumah, Indonesia juga dapat menyampaikan keprihatinan dan melakukan dialog yang tepat.

Indonesia menawarkan tiga topik utama ke KTT G20 untuk didiskusikan: arsitektur kesehatan global, revolusi ekonomi digital, dan transisi energi.

Lebih lanjut, kepala negara berharap agar G20 dapat lebih berkontribusi dalam pemulihan ekonomi global. Dia berharap untuk menggunakan kepresidenannya G20 untuk membangun pemerintahan dunia yang lebih sehat, lebih setara, dan lebih berkelanjutan berdasarkan kebebasan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Alhasil, tema Kepresidenan G20 Indonesia adalah “pulih lebih kuat, pulihkan bersama”.

inklusivitas G20

Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan di acara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa inklusivitas adalah tujuan utama kepresidenan G20 Indonesia.

Ini merupakan komitmen Indonesia untuk tidak meninggalkan siapa pun, terutama dalam memerangi epidemi COVID-19 dan mencapai pemulihan ekonomi global.

Indonesia akan mendesak negara-negara anggota G20 untuk memperjuangkan kepentingan semua bangsa, termasuk negara maju dan berkembang, negara besar dan kecil, negara kepulauan Pasifik dan pulau-pulau kecil, serta populasi rentan yang harus diprioritaskan.

Untuk itu, Indonesia akan mengundang organisasi antar pemerintah ke G20, seperti Komunitas Karibia dan Forum Kepulauan Pasifik. Indonesia juga telah menyatakan niatnya untuk mengundang Uni Afrika ke G20. Ini akan menjadi pertama kalinya negara-negara pulau kecil dan Uni Afrika bergabung dengan G20.

Upaya untuk melibatkan negara-negara kepulauan dan negara-negara Afrika yang simpatik bukannya tanpa hasil. Perang militer antara Rusia dan Ukraina telah meningkatkan biaya makanan, terutama biji-bijian, serta harga pupuk dan energi.

Efek berantai ekonomi tersebut memperparah krisis global yang melanda berbagai negara, antara lain Etiopia, Kenya, dan Somalia. Menurut laporan Bloomberg, banyak negara, dari Ghana hingga Zambia, telah meminta bantuan IMF untuk memperbaiki utang mereka.

Akibatnya, sangat penting untuk mendengar pandangan semua negara yang terguncang dari efek ketidakpastian global di Forum G20.

Lebih lanjut, Indonesia sering menyatakan bahwa vaksinasi COVID-19 tersedia untuk semua negara secara merata. Berbagai langkah tersebut diambil untuk memanfaatkan posisi Indonesia sebagai Presiden G20 untuk membantu penyelesaian isu-isu global.

Berusahalah untuk perdamaian.

Sikap dan pendekatan Presiden Jokowi di forum internasional dan bilateral yang selalu menyuarakan kepentingan negara berkembang dan negara miskin juga dapat dinilai sebagai langkah untuk meningkatkan relevansi G20 terhadap isu global.

Konfrontasi antara Rusia dan Ukraina telah memperburuk keadaan genting dunia setelah epidemi COVID-19. Serangan militer Moskow ke Kyiv berdampak pada situasi politik dunia, yang berdampak pada hubungan G20.

Kemungkinan boikot oleh negara-negara barat yang mengecam invasi militer Rusia mendominasi sesi G20. Banyak anggota G20 marah dengan keputusan Rusia untuk melancarkan serangan ke Ukraina.

Sementara itu, Indonesia bertugas memastikan semua negara anggota, termasuk Rusia, hadir dalam pertemuan tersebut. Ini adalah posisi yang sulit bagi Indonesia.

Dalam situasi ini, Presiden Jokowi tidak tinggal diam. Dia telah melakukan kontak yang luas dengan dan terlibat langsung dengan para pemimpin negara untuk memastikan keberhasilan G20. Retno Marsudi, Menlu RI, juga melobi Menlu G20 dan berbagai lembaga internasional.

Presiden Jokowi naik ke panggung pada KTT Khusus ASEAN-AS di Washington, DC, untuk mempromosikan kepresidenan G20 Indonesia. Saat itu, sambutan hangat Presiden AS Joe Biden meredam kekhawatiran negara-negara Barat akan memboikot G20 karena Indonesia terus mengundang Rusia.

Presiden Jokowi juga melakukan perjalanan ke Jerman untuk menghadiri KTT G7 yang dilakukan setiap tahun oleh negara-negara industri canggih seperti Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

Presiden Jokowi mengundang para pemimpin G7 ke KTT G20 di Bali dalam forum tersebut. Ia juga menyampaikan kepentingan negara-negara berkembang, dengan harapan agar negara-negara G7 dan G20 dapat membantu mengatasi krisis pangan yang mengancam akan menjerumuskan masyarakat di berbagai negara ke dalam kelaparan dan kemiskinan akut.

Setelah meninggalkan Jerman, Presiden Jokowi melakukan perjalanan dengan kereta api ke Kyiv, Ukraina, untuk bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dan kemudian ke Moskow untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

“Pesan Presiden Zelenskyy telah disampaikan kepada Presiden Putin. Saya juga menyatakan kesediaan saya untuk menengahi dialog antara kedua presiden” kata Presiden Jokowi usai berdiskusi dengan Presiden Putin.

Upaya diplomatik Presiden Jokowi dalam melibatkan secara pribadi para pemimpin negara-negara G20 memberi dunia harapan akan lingkungan yang terbuka untuk komunikasi dan kolaborasi dalam pemecahan masalah.

Keberanian Presiden Jokowi dalam sukarela menjembatani kesenjangan komunikasi antara Ukraina dan Rusia juga menunjukkan keinginan Presidensi Indonesia untuk berperan dalam memecahkan tantangan global.

Mengikuti diplomasi Presiden Jokowi, harapan Kepresidenan Indonesia di G20 terus tumbuh, seperti yang terlihat pada Pertemuan Menteri Luar Negeri (FMM) G20 pada 7-8 Juli di Bali.

Menteri Luar Negeri Marsudi yang saat itu mendampingi Presiden Jokowi di Uni Emirat Arab menyatakan, seluruh menteri luar negeri G20, termasuk Rusia, telah mengkonfirmasi kehadirannya di FMM. Mengumpulkan menteri luar negeri dari negara-negara lawan dalam sebuah forum bukanlah tugas yang mudah.

Selanjutnya, di bawah Kepresidenan G20 Indonesia, Indonesia menghadirkan perwakilan asing terbanyak secara fisik menghadiri Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 pada 15 Juli 2022. Sebanyak 407 delegasi internasional hadir secara fisik di Bali, dengan 120 delegasi tambahan berpartisipasi dari jarak jauh.

Pertemuan FMCBG ketiga berfokus pada tujuh agenda utama yang diusulkan Indonesia: risiko dan situasi ekonomi global, kesehatan global, arsitektur keuangan internasional, tantangan sektor keuangan, keuangan berkelanjutan, infrastruktur, dan pajak internasional.

Para menteri keuangan G20 mengkaji status dan ancaman ekonomi global, termasuk dampak agresi Rusia di Ukraina, yang dapat memicu bencana energi, pangan, dan keuangan.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI, menyatakan G20 harus menjadi platform kerja sama ekonomi terbesar di dunia, yang berpengalaman dalam menyelesaikan berbagai isu global.

“Semua negara G20 juga memutuskan untuk menjaga dan mempertahankan kerjasama multilateral yang ada,” tambahnya.

Upaya Indonesia mulai membuahkan hasil. G20 bukanlah badan pembuat keputusan, tetapi mungkin menciptakan arah kebijakan utama bagi negara-negara anggota, organisasi multilateral, pelaku ekonomi swasta, dan entitas komunitas non-pemerintah.

Indonesia berpeluang menjadikan konferensi G20 sebagai milestone dalam menumbuhkan perannya di kancah global, sekaligus menjadi awal yang baik jelang peran Presidensi ASEAN pada 2023, dengan upaya yang telah dilakukan dan semangat untuk pulih semakin kuat. dan pulih bersama.