(Reuters) – JAKARTA, 6 Juli (Reuters) Perayaan Idul Adha tahun ini berpotensi dinodai oleh gangguan yang disebabkan oleh mewabahnya penyakit mulut dan kuku di Indonesia. Pedagang ternak di negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia itu meratapi penurunan penjualan akibat wabah tersebut.
Salah satu hari raya terpenting dalam kalender Islam, Idul Adha, juga disebut sebagai “Hari Raya Kurban”, akan berlangsung pada 9 Juli tahun ini.
Kandang sementara yang menampung sapi dan kambing biasanya dibangun di jalan raya utama di ibu kota Indonesia dan di tempat lain di seluruh negeri pada hari-hari menjelang perayaan. Muslim yang taat secara tradisional menyembelih hewan dan membagikan dagingnya kepada mereka yang kurang beruntung.
Meluasnya penyakit mulut dan kuku (PMK), penyakit virus menular yang menyerang sapi, domba, kambing, dan babi, cukup menghambat penjualan tahun ini. PMK juga dikenal sebagai penyakit kaki dan mulut.
Jamal Lulay, seorang pedagang di Jawa Barat yang sepanjang tahun ini hanya menjual 50 ekor sapi, menggambarkan tahun ini sebagai “tahun kerugian” bagi usahanya. “Tahun ini adalah tahun kerugian bagi kami,” katanya.
“Sebelum COVID, kami mampu menjual hingga 330 ekor sapi, tetapi setelah itu kami hanya mampu menjual sekitar 170 ekor… Penjualan tahun ini jauh lebih rendah dari perkiraan.”
Dalam upaya untuk menghentikan wabah yang telah berlangsung sejak Mei tahun ini, Indonesia telah mulai memvaksinasi semua hewannya di seluruh negeri.
Menurut data yang diberikan oleh pemerintah Indonesia, lebih dari 317.000 hewan telah terinfeksi di 21 provinsi di Indonesia, yang sebagian besar terletak di Jawa dan Sumatera, dua pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi.
Terlepas dari kenyataan bahwa penyakit ini dapat berakibat fatal bagi hewan, penyakit ini biasanya tidak dianggap sebagai risiko bagi kesehatan manusia.
“Semangat masyarakat untuk berkurban tidak berkurang, tetapi mereka lebih mengkhawatirkan kesehatan (hewan),” kata Muhammad Husein al Bana, seorang pedagang sapi di Jakarta. “Mereka lebih khawatir tentang kesehatan (hewan).”
Sejak 1986, negara di Asia Tenggara tidak terkena PMK, suatu kondisi yang diakui oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia pada tahun 1990. Status ini bertahan hingga Mei tahun ini.
Iskandar Saputra, pembeli asal Jakarta yang masih bersedia mengambil risiko, dikutip mengatakan, “Pada akhirnya keputusan konsumen.”
“Menurut saya, sapi yang dijual di sini aman dan sehat.”