Perdana Menteri Australia yang baru terpilih, Anthony Albanese, telah menyatakan kekecewaannya dengan keputusan Indonesia untuk lebih menurunkan hukuman penjara seorang pria yang dipenjara karena perannya dalam bom Bali 2002, yang mungkin akan dibebaskan dalam beberapa hari jika diberikan pembebasan bersyarat.
Pada tahun 2012, pengadilan Indonesia menghukum Umar Patek 20 tahun penjara setelah ia dinyatakan bersalah sehubungan dengan ledakan yang melanda dua klub malam di Bali, menewaskan lebih dari 200 orang dari setidaknya 20 negara yang berbeda dan melukai ratusan lainnya.
Patek, seorang anggota organisasi garis keras yang terkait dengan al-Qaeda, Jemaah Islamiyah (JI), dapat dibebaskan bersyarat menjelang peringatan 20 tahun pemboman paling berdarah di Indonesia pada bulan Oktober, berkat pengurangan hukuman terbarunya.
“Ini akan menambah kesedihan bagi warga Australia yang menjadi keluarga korban bom Bali,” kata Perdana Menteri Anthony Albanese pada hari Jumat, menurut penyiar Australia Channel 9. “Dalam pemboman itu, kami kehilangan 88 nyawa warga Australia.”
Albanese menyatakan akan terus membuat “pengaduan diplomatik” ke Indonesia atas hukuman Patek serta berbagai hal lainnya, termasuk warga Australia yang kini dipenjara di Indonesia. Orang Albania menyebut Patek “menjijikkan”.
“Tindakannya teroris,” kata Albanese kepada Channel 9 News. “Mereka memang memiliki dampak yang mengerikan bagi keluarga Australia yang masih menderita trauma yang ada.”
Pada hari-hari besar, seperti Hari Kemerdekaan bangsa yang jatuh pada hari Rabu, Indonesia kerap menawarkan pengurangan hukuman kepada narapidana.
Patek dianugerahi pengurangan hukuman lima bulan karena berperilaku baik pada Hari Kemerdekaan dan dapat dibebaskan bulan ini dari Penjara Porong di provinsi Jawa Timur jika ia diberikan pembebasan bersyarat, menurut Zaeroji, yang menjalankan kantor lokal untuk Kementerian Hukum dan Kemanusiaan. Hak.
Patek, yang ditangkap di Pakistan pada 2011 dan dihukum setahun kemudian oleh pengadilan Indonesia, diberikan pembebasan bersyarat pada 14 Agustus.
Patek, menurut Zaeroji, memiliki hak yang sama dengan tahanan lainnya dan telah memenuhi persyaratan hukum untuk pengurangan hukuman.
“Dia berperilaku sangat baik saat di penjara, dan dia menyesali masa lalunya yang radikal, yang telah melukai masyarakat dan negara, dan dia juga berkomitmen untuk menjadi warga negara yang baik,” kata Zaeroji.
Abu Bakar Bashir, mantan kepala spiritual JI, dibebaskan dari penjara di Indonesia pada tahun 2021 setelah menjalani dua pertiga dari masa hukuman 15 tahun dan menerima remisi untuk ‘perilaku baik'.
Putusan terhadap Patek masih tertunda, menurut Zaeroji, dan jika ditolak, ia mungkin akan dipenjara hingga 2029.
Tiga dari pelaku utama bom Bali dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi di Indonesia pada tahun 2008. Ali Imron, terdakwa keempat, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup setelah meminta maaf dan menyatakan penyesalan.
Tersangka lain, Encep Nurjaman, juga dikenal sebagai Hambali, telah dipenjara oleh AS di Teluk Guantanamo selama 16 tahun terakhir.
Aris Sumarsono (nama asli Arif Sunarso, tapi lebih dikenal dengan Zulkarnaen) divonis 15 tahun penjara awal tahun ini. Dia ditangkap pada 2020 setelah buron selama 18 tahun. Dia juga dicari sehubungan dengan pemboman tahun 2003 di hotel JW Marriott di Jakarta, yang menewaskan 12 orang.
Setelah serangan Bali, Indonesia membentuk pasukan polisi elit bernama Densus 88 dengan bantuan Australia dan Amerika Serikat, dan JI telah jauh berkurang.
Organisasi lain, seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD), semakin menonjol. JAD dilarang pada tahun 2018 setelah serangkaian pemboman bunuh diri.