Indonesia secara konsisten menduduki peringkat di antara negara-negara teratas dalam hal total produksi batubaranya. Tetapi mereka telah mencapai kesepakatan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil selama beberapa tahun ke depan.
Pada tahun lalu, Indonesia berhasil menegosiasikan lima kesepakatan terpisah untuk memangkas produksi karbon dioksida. Di antaranya adalah kontrak Just Energy Transition Partnership (JETP), yang bernilai 20 miliar dolar. Hal itu diputuskan dalam pertemuan Kelompok 20 yang berlangsung di Bali pada November tahun lalu. Perjanjian tersebut bermaksud untuk menggerakkan salah satu negara penghasil batu bara terbanyak ke arah penggunaan sumber energi yang lebih bersih. Namun, para profesional industri memperingatkan bahwa sejumlah besar tantangan harus diselesaikan.
Bank Pembangunan Asia mempekerjakan David Elzinga sebagai ekonom senior. Dia menggambarkan pergeseran energi yang dialami Indonesia sebagai “sangat tidak biasa”. Menurutnya, hal ini dimungkinkan karena tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi di negara tersebut, serta geografi, pusat populasi, dan peluang untuk “energi bersih”.
Energi yang berasal dari matahari, bendungan, panas bumi, dan angin semuanya dapat digunakan untuk membangkitkan listrik di Indonesia. Namun, Badan Energi Terbarukan Internasional memperkirakan bahwa hanya sekitar 12 persen dari keluaran energi potensialnya yang benar-benar digunakan. Batubara, gas alam, dan minyak bersama-sama memenuhi sebagian besar permintaan energi dunia, dengan batu bara menyumbang enam puluh persen dari total itu.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), sektor energi di Indonesia bertanggung jawab atas sekitar 600 juta ton emisi karbon dioksida pada tahun 2021. Itu adalah total emisi tertinggi keenam di dunia. Jumlah penduduk Indonesia menempati urutan ke empat dalam skala global. Diantisipasi bahwa populasi negara dan pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan konsumsi energi negara meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050.
Menurut Elzinga, sulit untuk mengimplementasikan perubahan ketika ada ekspansi yang begitu cepat. Banyak ekonomi yang lebih jauh dalam perkembangannya memiliki ambisi yang lebih ambisius untuk energi terbarukan. Namun, menurut temuan para ahli, saat ini tidak ada negara yang mencapai target iklim dunia.
Pemerintah Indonesia sudah mulai melakukan beberapa penyesuaian.
Misalnya, mereka baru saja menetapkan peraturan baru untuk penggunaan tenaga surya. Mereka juga telah menetapkan target peningkatan penjualan mobil listrik hingga mencapai 25 persen dari keseluruhan penjualan kendaraan pada tahun 2030. Namun, para analis khawatir Indonesia semakin tertinggal dari negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Sebagai bagian dari kesepakatan yang dicapai dengan JETP, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai emisi “nol bersih” dari industri listriknya pada tahun 2050. Hal ini menunjukkan bahwa negara tersebut telah berkomitmen untuk mengimbangi jumlah karbon yang dilepaskan dengan jumlah karbon yang dihasilkan. ditangkap.
Terlebih lagi, Indonesia telah berjanji bahwa pada tahun 2030, lebih dari sepertiga dari total pembangkit listrik akan berasal dari sumber terbarukan.
Namun Elrika Hamdi mengatakan uang tetap menjadi perhatian. Di Institute for Energy Economics and Financial Analysis, tempat dia bekerja, dia mengkhususkan diri pada aspek keuangan industri energi. Menurut sebuah perkiraan, seluruh infrastruktur energi Indonesia akan membutuhkan investasi hingga $2,4 triliun pada tahun 2050.
Hamdi menyatakan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum mereka dapat menentukan “bagaimana kami dapat menarik dana untuk melaksanakan ini.”
Aktivis memiliki masalah kedua, yaitu bahwa pakta JETP tidak menjelaskan apakah akan ada atau tidak ada kendala yang ditempatkan di Indonesia terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara tambahan. Peraturan presiden pada tahun 2022 akan memungkinkan untuk membangun pembangkit batu bara yang telah direncanakan sebelumnya.
Penambangan dan ekspor batubara merupakan aspek penting dari perekonomian Indonesia.
Bangsa ini adalah pengekspor terkemuka dunia diukur dari berat total. Konflik di Ukraina juga berkontribusi pada peningkatan biaya energi. Menurut Hamdi, harga pasti akan terus tinggi dalam dua atau tiga tahun ke depan.
Menurut Elzinga, “Anda dapat memahami alasan keinginan mereka untuk mengembangkan industri dan sumber daya alam mereka.”
PLN adalah nama BUMN penyedia listrik di Indonesia. Chief Executive Officer PLN telah menyatakan, dalam pernyataan yang diberikan kepada Associated Press, bahwa bisnis telah membatalkan banyak fasilitas pembangkit listrik tenaga batubara. Pejabat itu menyatakan “komitmen untuk mendorong transformasi energi di Indonesia” dalam pernyataannya.
Daniel Kurniawan adalah peneliti Institute for Essential Services Reform, yang berkantor pusat di Jakarta, ibu kota negara. Dia menyatakan bahwa Indonesia belum membangun kebijakan yang kuat terkait energi surya. Dia menyatakan bahwa tidak ada kemauan politik yang cukup bagi Indonesia untuk melepaskan diri dari ketergantungannya pada tenaga batu bara.
Namun, dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa “Itu pasti akan berubah dengan JETP.”
Asosiasi Pertambangan Indonesia adalah tempat Muliawan Margadana bekerja saat ini. Dia menyuarakan keprihatinannya terhadap kota-kota yang bergantung pada sektor batu bara. Misalnya, di Kalimantan Timur, industri batu bara menyumbang 35 persen dari total perekonomian dan menyediakan lapangan kerja bagi sekitar sembilan persen dari total penduduk.
Padahal, baik Margadana maupun Hamdi menegaskan, melatih kembali buruh bisa saja dilakukan.
Hamdi menyarankan agar dana tersebut digunakan “untuk membantu para pekerja yang terkena dampak ini, baik melalui peningkatan keterampilan, pelatihan ulang, atau pengembangan komunitas.” Menurutnya, hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara.